Batam terletak di Propinsi Kepulauan Riau. Sebagaimana kita ketahui, Kepulauan Riau adalah nama kabupaten di Propinsi Riau sebelum akhirnya memekarkan diri menjadi sebuah propinsi baru. Ibukotanya sebenarnya bukan di Batam, tetapi di Tanjung Pinang (saya pun melakukan perjalanan di kota ini), walaupun sebelumnya kegiatan pemerintah daerah sebelumnya banyak dilakukan di Kota Batam. Bila kita ingin pergi ke Tanjung Pinang, kita harus menyeberang menggunakan Ferry lewat pelabuhan di Telaga Punggur. Tak lama, hanya memakan waktu lebih kurang 50 menit, kita sampai di pelabuhan di Tanjung Pinang. Ongkosnya pun relatif tidak mahal, hanya Rp40.000. Jika kita mengambil tiket PP, kita hanya membayar sebesar Rp70.000. Saya pada waktu itu mengambil tiket PP. Alasannya cuma dua: harga tiket menjadi lebih murah dan saya hanya ingin perjalanan balik hari mengunjungi saudara yang ada di sana.
Nah, kembali ke Batam. Sebagai kota terbesar di Propinsi Kepulauan Riau, memang Batam adalah sebuah pulau yang sangat strategis terletak di jalur pelayaran internasional. Kedekatannya dengan Singapura dan Malaysia membuat Batam menjadi salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia.
Ketika mulai dikembangkan pada awal tahun 1970-an, kota ini hanya dihuni sekitar enam ribuan penduduk. Namun menurut sensus penduduk Juni 2010, kota yang diharapkan menjadi kembaran Singapura ini telah berpenduduk 1.025.044 jiwa dan merupakan kota terbesar dan tepadat ketiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang. Wow!
Jadi tak sia-sia kita bermimpi menduplikat Singapura. Hanya bedanya, kalau di sana arsitektur pencakar langit sudah sangat canggih dan menjadi kekaguman dunia (bahkan kalau tak salah saya telah ditasbihkan menjadi salah satu kota dan negara dengan kualitas hidup terbaik di dunia), Batam baru mampu membangun deretan ruko, sehingga juga dijuluki sebagai Kota Sejuta Ruko. Ya, tak heran memang. Kota Batam penuh dengan berbagai investasi properti yang sangat prospektif. Sejauh mata memandang, yang tampak hanyalah hamparan bak persawahan dari ratusan ragam ruko, sehingga seakan kota ini tidak memiliki landmark yang mudah ditengarai. Namun rupanya ia tidak berhenti sampai di sana.
Pengembangan Pulau Batam terbagi dalam beberapa periode. Tahun 1971-1976 dikenal sebagai Periode Persiapan yang dipimpin oleh Dr. Ibnu Sutowo. Periode Konsolidasi (1976-1978) dipimpin oleh Prof. Dr. JB Sumarlin. Periode Pembangunan Sarana dan Prasarana dan Penanaman Modal selama 20 tahun diketuai langsung oleh Prof. Dr. Ing. BJ Habibie, dan sejak tahun 1998 sampai sekarang, di bawah kepemimpinan Ismeth Abdullah adalah Periode Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan dengan perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi.
Kawasan Batam Centre |
Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dan dikelola oleh Badan Otorita Batam (BOB). Karena itu kota ini nyaris hanya mengembangkan dunia usaha dan sulit untuk menemukan peninggalan lama sebagai tujuan wisata atau istilah keren-nya "Travel Destination". Hanya sebuah klenteng saja, yaitu Vihara Budhi Bhakti Tua Pek Kiong Bio yang dibangun sejak tahun 1970 dan dikunjungi oleh para peziarah dari luar negeri.
Lokasi lebih tua di dalam kota yang menunjukkan sisa kawasan asli adalah Tanjung Uma. Walau berasal dari suku Melayu, namun di kampung inilah kita dapat mengagumi daya juang semua suku-suku di Indonesia yang merantau mencoba peruntungan nasib di kota "baru" ini. Di sini eksistensi kampung "terapung" yang kumuh dan sesak mungkin segera akan berakhir dengan pembangunan jembatan dan perbaikan seluruh kawasan.
Kebanggaan klasik Pulau Batam adalah Jembatan Barelang, penghubung Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang sepanjang 2 kilometer. Sebagai pembuka wilayah di selatan, fungsi jembatan ini memang masih perlu dinanti lebih jauh, karena selama ini lebih berperan untuk mengunjungi sisa kawasan penampung pengungsi di Pulau Galang.
Kawasan pengembangan wisata yang lebih modern ada di daerah Nongsa Point Marina dimana yacht mewah sedang bersanding dengan kapal phinisi bernavigasi modern. Pokoknya keren deh! :) Di daerah utara Batam ini keluarga-keluarga dapat menikmati segala macam water sports, dan saat malam hari dapat menyeberang ke Singapura yang kerlip lampu menaranya tampak jelas dari kamar tidur kita. Oya, untuk menyeberang ke Singapura, kita harus naik ferry lewat pelabuhan penyeberangan di Batam Centre tepat di depan Mega Mall atau pelabuhan di Harbor Bay. Kita dikenakan fee lebih kurang S$ 21 untuk PP, itu sudah termasuk harbor tax, passenger service charge dan boarding pass-nya pelabuhan punya. relatif murah memang. Menyeberang ke Pulau Singapura memakan waktu +/- 45 menit.
Phinisi modern bersanding dengan yacht di Nongsa Point Marina |
Refleksi fajar di swimming pool sebuah hotel di Nongsa Point yang berhadapan langsung dengan Singapura |
MURI (Museum Rekor Indonesia) mencatat Coastarina untuk tulisan terbesar di Indonesia. Bahkan ada dua rekor lagi untuk pembangunan bola dunia dan peta dunia terbesar di dunia. Skyline Batam yang modern di seberang pantai juga nampak asri dari Coastarina.
Tulisan "COASTARINA" yang masuk rekor MURI |
Seseorang dianggap belum ke Kota Batam jika belum menikmati Soup ikan Yongky yang sangat beken (padahal di Pekanbaru sudah ada ya... hihihihihihihi). Di kawasan ruko yang terik, rumah makan berlantai dua ini selalu ramai dengan pelancong. Hal lain yang menyolok mata dan rupanya menjadi ciri khas Batam adalah banyaknya tas wanita, arloji dan kacamata yang dianggap murah meriah. Ya iyalah...Barang aspal kok.. xixixi...Bingung? Asli tapi palsu maksudnya... Tapi tak apa, yang penting gaya.... Betul?
Bagaimana ya? Mungkin karena Batam masih sulit menemukan icon dirinya, maka sementara dagangan ini saja yang bisa dianggap souvenir dari Batam. Barang-barang ini dapat kita jumpai di daerah di Batu Aji. Tapi kalau ingin beli oleh-oleh berupa cemilan khas Batam, beli saja kek pisang. Yang terkenal Kek Pisang Villa. Outletnya ada di lima lokasi tersebar di Batam: Nagoya (sebelah Nagoya Plaza Hotel), Batam Centre, Penuin (sebelah Hotel 89), Batu Aji dan di Bandara Hang Nadim.
Bagi mereka yang tur ke Singapura, belum lepas juga budaya membelikan oleh-oleh dari sana yang dianggap pastii lebih murah. Yang unik, untuk mengirit biaya, pelancong membelikan keluarganya T-Shirt SINGAPORE di Batam. :D
Dulu saat awal pengembangannya, BATAM adalah akronim dari Begitu Anda Tiba Anda Menyesal, karena memang yang tampak hanya deretan ruko gersang dan kawasan-kawasan hutan yang dibuka untuk pemukiman. Namun dengan banyaknya rupiah melimpah dan fasilitas mewah yang sangat wah, mungkin sebutan itu berubah menjadi: Begitu Anda Tiba Anda Melongo!